Minggu, 27 Februari 2011

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO


Sesuai amanat GBHN Tahun 1999 – 2004, kebijakan ekonomi, yang terkait dengan ekonomi makro, diarahkan antara lain untuk: (a) mengelola kebijakan makro dan mikroekonomi secara terkoordinasi dan sinergis guna menentukan tingkat suku bunga yang rendah, tingkat inflasi yang terkendali, tingkat kurs rupiah yang stabil dan realistis; (b) mengembangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, efektivitas, untuk menambah penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri; (c) mempercepat penyelamatan dan pemulihan ekonomi guna membangkitkan sektor riil terutama bagi pengusaha kecil, menengah, dan koperasi melalui upaya pengendalian laju inflasi, stabilisasi kurs rupiah pada tingkat yang realistis, tingkat suku bunga yang wajar, serta didukung oleh tersedianya likuiditas sesuai dengan kebutuhan; dan (d) menyehatkan APBN dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progesif yang adil dan jujur, serta penghematan pengeluaran.
Amanat GBHN Tahun 1999 – 2004 selanjutnya dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahunan, Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 – 2004, dan dalam program kerja Kabinet Gotong Royong dengan mengupayakan normalisasi kehidupan ekonomi dan masyarakat dengan memperkuat dasar kehidupan perekonomian rakyat.

Dalam mencapai sasaran-sasaran makro di atas, perekonomian dihadapkan pada beberapa kendala pokok yang mempengaruhi pencapaian keseluruhan sasaran makro sebagai berikut.

Pertama adalah meningkatnya ketidakpastian eksternal berupa resesi ekonomi dan tragedi World Trade Center pada tahun 2001 serta memanasnya situasi politik di Timur Tengah yang pada gilirannya mempengaruhi sisi eksternal dari perekonomian nasional. Kedua adalah meningkatnya ketidakstabilan politik di dalam negeri terutama menjelang pelaksanaan Sidang Istimewa MPR tahun 2001 dan beberapa gangguan keamanan antara lain tragedi Bali tahun 2002 dan tragedi Hotel JW Marriot tahun 2003.

Melalui koordinasi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil serta didukung oleh berbagai kebijakan di bidang lainnya, prioritas kebijakan ekonomi makro diletakkan pada upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi dalam kualitas yang lebih baik dalam rangka menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin.

Secara umum langkah-langkah kebijakan yang diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran makro sebagaimana yang tercantum dalam Program Pembangunan Nasional 2000 – 2004 dan Program Kerja Kabinet Gotong Royong telah memberi kemajuan yang berarti.

Pertama, sejak memasuki tahun 2002, stabilitas ekonomi meningkat, tercermin dari stabil dan menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; meningkatnya ketahanan fiskal; serta meningkatnya cadangan devisa.

Pada tahun 2003, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 8.572,-/US$ atau menguat 16,4 persen dibandingkan dengan rata-rata tahun 2001; laju inflasi menurun menjadi 5,1 persen atau lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya; rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan menurun menjadi 8,3 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2001 yaitu sebesar 17,6 persen; defisit APBN menurun menjadi 2,1 persen PDB, lebih rendah dari tahun 2001 yaitu sebesar 2,8 persen; stok utang pemerintah menurun menjadi 69 persen PDB dibandingkan dengan tahun 2001 yaitu 87 persen PDB; serta cadangan devisa meningkat menjadi US$ 36,3 miliar atau US$ 8,3 miliar lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2001. Meningkatnya stabilitas ekonomi di dalam negeri memberi dorongan kepercayaan pada pasar modal. Pada akhir tahun 2003, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta meningkat menjadi 691,9 atau 76,5 persen lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2001.

Stabilitas moneter yang membaik juga didukung oleh perbankan yang makin sehat. Pada akhir tahun 2003, rasio kecukupan modal terjaga pada tingkat 19,4 persen; jauh di atas persyaratan minimum yaitu sebesar 8 persen. Dalam periode yang sama, kredit bermasalah (non-performing loan) menurun dari 12,1 persen menjadi 8,2 persen.

Membaiknya stabilitas ekonomi juga didukung oleh terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Pada akhir tahun 2003, dana masyarakat yang dihimpun oleh perbankan meningkat menjadi Rp 888,6 triliun atau naik rata-rata 5,6 persen per tahun dibandingkan akhir tahun 2001.

Dalam bulan Mei dan Juni 2004, stabilitas ekonomi mengalami tekanan eksternal yang berasal dari ekspektasi yang berlebihan terhadap perubahan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral AS. Melalui langkah-langkah kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan stabilitas rupiah serta adanya kepastian bahwa perubahan kebijakan moneter AS dilakukan secara bertahap, stabilitas ekonomi di dalam negeri dapat dipertahankan.

Kedua, secara bertahap pertumbuhan ekonomi meningkat dari 3,5 persen pada tahun 2001 menjadi 4,1 persen pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih rendah dari yang diharapkan ini antara lain disebabkan oleh perlambatan ekonomi dunia pada tahun 2001, meningkatnya persaingan di kawasan regional untuk menarik investasi, meningkatnya persaingan dalam perdagangan internasional, serta berbagai kendala dalam negeri yang mengakibatkan investasi dan ekspor non-migas belum pulih sebagaimana yang diharapkan.

Membaiknya kondisi perekonomian tersebut membuat fungsi intermediasi perbankan dalam mendorong kegiatan ekonomi secara berangsur-angsur pulih. Pada akhir tahun 2003, jumlah dana yang disalurkan kepada masyarakat meningkat sebesar 15,4 persen per tahun dibandingkan akhir tahun 2001, termasuk di dalamnya adalah kredit usaha menengah, kecil, dan mikro yang meningkat rata-rata 32,9 persen per tahun dalam periode yang sama. Dengan meningkatnya dana yang disalurkan kepada masyarakat, loan to deposit ratio (LDR) meningkat dari 33,0 persen pada akhir tahun 2001 menjadi 43,2 persen pada akhir tahun 2003.

Ketiga, meskipun perekonomian belum tumbuh pada tingkat yang mampu menciptakan lapangan kerja yang mencukupi bagi tambahan angkatan kerja baru, dengan stabilitas ekonomi yang terjaga, kualitas pertumbuhan ekonomi ditingkatkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Dalam tahun 2004, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 36,1 juta jiwa atau 16,6 persen dari jumlah penduduk; lebih rendah dibandingkan tahun 2001 yang berjumlah 37,9 juta jiwa atau 18,4 persen dari jumlah penduduk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar