Pada tahun-tahun awal perlaksanaan Program Pembangunan Nasional dan Kabinet Gotong Royong, kebijakan keuangan negara diarahkan untuk menciptakan stimulus fiskal terbatas guna mendukung pemulihan ekonomi. Dalam tahun-tahun berikutnya kebijakan keuangan negara diarahkan untuk mewujudkan fiskal yang berkelanjutan. Arah kebijakan tersebut tercermin dari defisit anggaran yang menurun secara bertahap yang ditempuh melalui peningkatan di sisi penerimaan negara, pengendalian di sisi pengeluaran negara, dan optimasi di sisi pembiayaan defisit.
Di sisi penerimaan, upaya peningkatan penerimaan pajak terus dilanjutkan dengan menyederhanakan administrasi pajak, menghilangkan berbagai pengecualian pajak, dan meningkatkan penegakan hukum.
Di sisi pengeluaran, ditempuh langkah-langkah pokok untuk menekan biaya restrukturisasi perbankan yang dilakukan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga dalam rangka mewujudkan tingkat suku bunga yang rendah sehingga dapat memperingan pembayaran bunga obligasi dalam rangka rekapitalisasi perbankan; mengurangi subsidi secara bertahap dengan lebih mengarahkan kepada golongan masyarakat kurang mampu; mengendalikan peningkatan anggaran untuk belanja pegawai; serta membatasi pengeluaran pembangunan melalui penajaman alokasi anggaran.
Dari sisi pembiayaan defisit, ketahanan fiskal ditingkatkan dengan mengurangi beban utang luar negeri dan mengoptimalkan pembiayaan domestik dari penjualan aset hasil restrukturisasi perbankan; mengoptimalkan pendapatan dari privatisasi BUMN; serta menerbitkan obligasi dengan mempersiapkan secara matang infrastrukturnya dan mempertimbangkan secara seksama kondisi makro nasionalnya.
Selama kurun waktu 2001 hingga 2003, pelaksanaan kebijakan keuangan negara telah memperkuat ketahanan fiskal dalam rangka mewujudkan fiskal yang berkelanjutan dengan tetap memberi dorongan secara terbatas pada momentum pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Dengan langkah-langkah kebijakan tersebut, penerimaan pajak meningkat dari 12,6 persen PDB (Rp 185,5 triliun) pada tahun 2001 menjadi 13,0 persen PDB (Rp 210,1 triliun) pada tahun 2002 dan 13,5 persen PDB (Rp 241,6 triliun) pada tahun 2003.
Dalam pada itu, meningkatnya ketegangan politik di Timur Tengah telah mendorong harga ekspor minyak mentah di pasar internasional. Pada tahun 2001 dan 2002, harga ekspor minyak mentah Indonesia di pasaran internasional berturut-turut mencapai US$ 24,6 per barel dan US$ 24,1 per barel. Dengan belum pulihnya situasi keamanan di Timur Tengah, harga minyak mentah Indonesia di pasaran internasional pada tahun 2003 meningkat menjadi US$ 27,9 per barel. Tingginya harga ekspor minyak mentah Indonesia terutama meningkatkan penerimaan negara bukan pajak dari sumber daya alam.
Dengan langkah-langkah pengendalian, dalam tahun 2002 dan 2003 belanja negara dapat ditekan berturut-turut menjadi 20,0 persen PDB (Rp 322,2 triliun) dan 21,2 persen PDB (Rp 378,8 triliun); lebih rendah dibandingkan tahun 2001 yang mencapai 23,3 persen PDB (Rp 341,6 triliun). Pengendalian belanja negara ini terutama dilakukan dengan mengurangi beban subsidi secara bertahap; sedangkan anggaran pembangunan pemerintah pusat jumlahnya dipertahankan rata-rata sekitar 3 persen PDB.
Selain melalui peningkatan penerimaan perpajakan dan pengendalian belanja negara, peningkatan ketahanan fiskal juga didorong melalui optimasi pembiayaan defisit. Dalam kaitan itu dilaksanakan penjadwalan pinjaman luar negeri melalui Paris Club sebanyak tiga kali, masing-masing sebesar US$ 4,5 miliar, US$ 5,8 miliar dan US$ 5,4 miliar. Sejalan dengan itu, dilaksanakan pengelolaan pinjaman dalam negeri agar jatuh tempo pinjaman dapat lebih merata dan tidak terpusat pada tahun-tahun tertentu melalui reprofiling, buy back, debt switching, dan refinancing.
Dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, defisit anggaran secara bertahap dapat diturunkan menjadi 2,1 persen PDB pada tahun 2003, lebih rendah dibandingkan dengan 2,8 persen PDB pada tahun 2001. Sejalan dengan menurunnya defisit anggaran, stok utang pemerintah dapat diturunkan menjadi kurang dari 70 persen PDB pada tahun 2003 dari hampir 90 persen PDB pada tahun 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar