A. PENDAHULUAN
Pemikiran filsafat dalam kaitannya dengan pendidikan dapat berupa tinjauan dari elemen-elemen filsafat ( Ontologi, epistemologi dan aksiologi) dalam dunia pendidikan atau yang berbentuk analisis filsafat dalam upaya untuk memecahkan problem-problem dalam pendidikan yang ada atau berwujud dasar-dasar filosofis suatu bangsa atau negara yang kemudian dijadikan dasar pemikiran dalam pendidikan atau system pemikiran para filsuf dan aliran filsafat yang melandasinya yang kemudian dicari konsekuensinya dan implikasinya dalam pendidikan.
B. FENOMENOLOGI DAN LATAR BELAKANG KEMUNCULANNYA.
Fenomenologi adalah suatu aliran filsafat kontemporer yang muncul di abad ke 20 yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh Edmund Husserl. Aliran ini merupakan suatu aliran epistimologi dengan semacam intuisi untuk menentukan kebenaran atau kenyataan ilmiah, sekaligus untuk membebaskankan diri dari pengaruh atau prasangka-prasangka yang bersifat simpati, menghargai, atau menolak. Aliran ini bersifat kritis terhadap skeptis, relativisme, rasionalisme, dan materialisme.
Skeptisme, yang dilontarkan oleh Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan manusia dimulai dengan serba ragu-ragu karena dalam memperoleh pengetahuan manusia dipengaruhi oleh orang yang ada sebelumnya atau sezamannya, sehingga segala sesuatu harus dihadapi secara ragu-ragu.
Masalah Realitas, Husserl memperbaiki pemikiran Descartes tentang kesadaran diri sendiri yang bersifat tertutup atau terisolir dari realitas. Dan ia juga memperbaiki konsep Kant yang menegaskan bahwa manusia hanya mengenal fenomena yang tampak, bukan realitas itu sendiri , sedangkan yang tampak bagi kita adalah semacam tirai yang menyelubungi realitas yang ada dibaliknya. Dan Husserl juga berusaha mengkritik nomiunalisme yang berkembang luas sejak Locke dan Hume di bawah nama Empirisme dan Psikologisme.
C. THE LIFE WORLD
Menurut Husserl, kita banyak memakai konsep dasar dari Life World, yaitu dunia keseharian manusia seperti rumah, pekerjaan, hobi, dunia tempat kita kerja, bergaul, makan, tidur, dan sebagainya.
Husserl mengkontraskan tentang Life World ( Dunia keseharian) dengan dunia sebagaimana digambarkan oleh sains. Dalam dunia keilmuan, realita diturunkan dari apa yang dapat diukur dan diekspresikan dan itu dilakukan karena independensi manusia. Sains tidak hanya menempatkan kembali alam ini dengan abtraksi, tetapi ia juga telah menjelaskan manusia termasuk kita sebagai fenomena alam, suatu obyek tanpa kehidupan yang paling dalam.
D. FENOMENOLOGI SEBAGAI ALIRAN EPISTIMOLOGI.
Sebagai tokoh Fenomenologi, Husserl memiliki titik balik metodis dalam menagkap suatu obyek pengertian menurut keaslianya. Dalam hal ini ada tiga macam reduksi yaitu; Reduksi eidetis, Fenomenologis, dan reduksi transcendental.
1. Reduksi Fenomenologis.
Kata Fenomenologi ini berartikan kata atau ucapan, rasio, atau pertimbangan. Dalam arti luas, Fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang nampak. Dalam arti yang sempit yaitu ilmu yang membicarakan tentang fenomena-fenomena yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Selanjutnya untuk menagkap atau mencerna suatu penrtian fenomena dari sebuah obyek dalam wujud yang semurni-murninya, menurut Husserl harus diadakan penyaringan atau reduksi.
Dengan kata lain, Reduksi Fenomenologis dapat ditempuh dengan menyisihkan ( menyaring) pengalaman pengamatan pertama. Pengalman inderawi itu ditolak, tetapi perlu disisihkan dan disaring terlebih dahulu, sehingga tersingkirlah segala prasangka, pranggapan, prateori, prakonsepsi, baik yang berdasarkan keyakinan tradisional maupun tang berdasaran agama, bahkan seluruh keyakinan dan pandangan yang telah dimiliki sebelumnya.
2. Reduksi Eidetis.
Menurut Husserl, reduksi Eidetis ini dimaksudkan untuk menemukan eidos yang intisarinya atau hakikat fenomena yang tersembunyi. Jadi hasil reduksi kedua adalah pemilikan hakikat. Disinilah kita melihat hakikat sesuatu dan inilah pengertian yang sejati.
Untuk menjelaskan reduksi ini agar mudah dipahami, kita kembali pada pemahaman obyek material yaitu rumah. Sisanya mewujudkan gejala rumah yang tampak pada kita, misalnya besarnya, kokohnya, bahan-bahanya, desainya, dan sebagainya. Hakikat yang dimaksud Husserl bukan dalam arti umum, misalnya manusia hakikatnya adalah mati. Hakiakt yang dimaksud adalah mencari struktur fundamental yang meliputi gabungan dari isi fundamental dan semua sifat hakiki dan semua relasi hakiki dengan kesadaran dengan obyek yang disadari.
3. Reduksi Transendental.
Di dalam reduksi transcendental, ini bukan lagi mengenai, obyek atau fenomena, tetapi khusus pengarahan ke subyek. Mengenai akar-akar kesadaran, yakni mengenai akt-akt kesadaran sendiri yang bersifat transcendental. Fenomenologi harus menggambarkan cara berjalanya kesadaran transcendental, sedangkan reduksi transcendental harus menemukan kesadaran murni dengan menyisihkan kesadaran empiris, sehingga kesadaran diri sendiri tidak lagi berlandaskan pada keterhubungan dengan fenomena lainya. Kesadaran diri yang telah bebas dari kesadaran empiris itu mengetahui seluruh pengalaman, oleh karenaya bersifat transcendental.
E. FENOMENOLOGI DALAM WACANA PENDIDIKAN.
Salah satu dari life, adalah dunia pendidikan yang biasa kita lihat, dialami dan dipikirkan. Untuk mencari makna yang mendasar dari fenomena pendidikan dengan memakai kacamata fenomenologis, misalnya kita dapat memisahkan suatu konsep dari pengalaman mengajar. Untuk itu kita kurung semua ide kita tentang ajar, pendidikan, psikologi, teori sosiologi, semua gagasan otoritas, dan sebagainya.
Kemudian kita bandingkan pengalaman mengajar ini dengan pengalaman mengajar lain yang lebih actual. Bagaimana kita memproses ini? Dalam benak kita, kita mencoba merubah satu cirri khas dari pengalaman, kita menanyakan diri kita sendiri apakah perubahan pengalaman secara mendasar sama dengan pengalaman yang asli.
Apakah ia mempunyai kesamaan esensi atau stuktur dan apakah ia mereflejsikan kesamaan pengorganisasian konsep. Dengan membandingkan susunan pengalaman yang luas, kita memisahkan cirri-ciri esensial dari kjonsep yang kita uji. Jika kita mengetahui prosedur ini secara tepat dan membandingkan hasil yang kita peroleh dengan penelitian-penelitian lain, maka kita dapat menggambarkan konsep dasar mengajar tersebut yang masih dianggap umum oleh anggota masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar