Presiden AS Barack Obama  menyatakan pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak mencerminkan kehendak  rakyat Mesir. Obama juga mendesak militer yang telah menerima kekuasaan  itu menjamin transisi menuju "demokrasi murni".
Obama menyampaikan pernyataan itu setelah Mubarak menyerahkan kekuasaan  kepada militer Mesir sesudah pemberontakan rakyat selama 18 hari, dan  Washington kini menghadapi ketidakpastian dan tantangan besar dalam  menghadapi peralihan kekuasaan yang berpotensi menimbulkan pergolakan,  Jumat (11/2).
"Rakyat Mesir telah berbicara," kata Obama kepada wartawan. "Rakyat  Mesir memperjelas bahwa tidak ada yang lebih penting kecuali demokrasi  murni setiap harinya."
       
Ia mengakui bahwa ini bukan akhir dari segalanya, namun baru permulaan  dari transisi Mesir menuju demokrasi. "Nantinya akan banyak hari-hari  sulit yang dihadapi dan banyak pertanyaan yang belum terjawab," katanya.
Meski peranan AS dalam pengunduran diri Mubarak tetap tidak jelas,  Mohamed Hussein Tantawi, ketua dewan militer yang mengambil alih kendali  pemerintahan, telah berbicara lima kali melalui telepon dengan Menteri  Pertahanan AS Robert Gates selama pemberontakan 18 hari itu, termasuk  pada Kamis malam.
Washington mengambil sikap yang sangat halus sejak demonstrasi massal  meletus, dengan mendukung aspirasi demokratis pemrotes namun berusaha  tidak terang-terangan meninggalkan Mubarak, sekutu lamanya, atau  mendorong pergolakan yang bisa meluas ke daerah-daerah lain di kawasan  minyak itu.
Obama, yang berulang kali mendesak transisi yang tertib, kini menghadapi  tantangan membantu memastikan reformasi politik luas di negara Arab  yang paling padat itu sambil menjaga agar kelompok muslim garis keras  tidak mengganggu kepentingan AS di kawasan itu.
Ia akan menghadapi ujian menjaga peralihan kekuasaan di Kairo dari  sekutu-sekutu Timur Tengah yang resah seperti Arab Saudi dan Israel,  atau musuh-musuh yang berbesar hati seperti Iran dan Al-Qaeda.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar