Wanita yang merokok selama kehamilan berisiko tinggi melahirkan anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (attention deficit hyperactivity disorder/ADHD). ADHD adalah gangguan perilaku yang disebabkan disfungsi neurobiologik dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas.
Seperti dilansir Reuters, dokter Anita Thapar peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Wales College dan peneliti lainnya mengevaluasi anak-anak dengan gejala ADHD. Evaluasi dilakukan dengan kuesioner terhadap 1.452 pasangan anak kembar. Pada kuesioner ditanyakan apakah saat hamil ibu dari para anak kembar itu merokok dan gangguan/kerugian apa saja yang dialami keluarga tersebut.
Hasil penelitian sebelumnya yang dipublikasikan pada American Journal of Psychiatry, menemukan faktor genetik merupakan hal yang paling utama dalam kasus ADHD. Meskipun demikian, kaitan merokok selama kehamilan dengan perkembangan munculnya gejala ADHD pada anak turut diperhitungkan.
Hasil penelitian ini kemudian dievaluasi oleh para peneliti dari Universitas Wales dengan mempertimbangkan dampak gangguan sosial, berat badan saat lahir, dan merokok selama kehamilan. Hasil evaluasi menunjukkan, merokok selama hamil secara signifikan mempengaruhi perkembangan gejala ADHD.
"Penemuan kami memperluas hasil penelitian sebelumnya, yang memperlihatkan kaitan merokok selama kehamilan dengan ADHD, walaupun faktor genetik berkontribusi pada gejala ADHD," kata Thapar.
Gejala utama penderita ADHD adalah kesulitan memusatkan perhatian bisa bermanifestasi sebagai seolah tidak mendengar, sering tidak mampu memusatkan perhatian secara terus-menerus pada waktu menyelesaikan tugas, sering perhatiannya mudah beralih oleh rangsang dari luar.
Sementara gejala utama hiperaktivitas-impulsivitas dapat bermanifestasi sebagai terlalu aktif, tidak mengenal lelah, tidak dapat duduk diam, tangan dan kaki selalu bergerak, sering berlari atau memanjat, terlalu banyak berbicara, tidak dapat menunggu giliran atau antre, sering usil atau mengganggu anak lain.
Ciri perilaku semacam itu juga ditemukan pada 2 persen sampai 17 persen anak normal dan tumpang tindih dengan gejala gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan perkembangan pervasive termasuk gangguan autistik, gangguan cemas, depresi dan skizofrenia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar