Senin, 07 Maret 2011

Ngobrol Bareng Gus Dur di Alam Kubur

udul                : Ngobrol Dengan Gus Dur Dari Alam Kubur Penulis              : Argawi Kandito Penerbit            : Pustaka Pesantren Edisi                 : I, 2010 Tebal                : xxvi+180 halaman ISBN               : 979-8452-75-5 Peresensi          : Ali Mahmudi CH *)
Pasca Gus Dur wafat, berbagai pemikirannya tak pernah surut diperbincangkan. Bahkan momen kedukaan itu menjadikan  daya magnetik terbesar guna mengenang gagasan pemikirannya. Dalam rangka mengenang beliau, tak hanya Yasinan dan Tahlilan saja yang dikumandangkan. Tetapi, banyak mereka yang mengkaji pemikiran-pemikirannya. Ini tak lazim dilakukan pasca kemangkatan orang biasa. Memperbincangkan Gus Dur seolah memang tak ada matinya.
Alam kubur memang tak ada bedanya dengan alam dunia. Hanya saja terbatas ruang dan waktu. Alam kubur merupakan alam bebas dan individualistik. Kehidupan di alam kubur tergantung dari kehidupan di alam dunia. Ketika selama hidup di dunia ini sederhana, dan tidak berbuat yang aneh-aneh, maka di alam kuburnya ia akan mendapatkan kelayakan tempat. (Abdurrahman Wahid)
Meski secara fisik telah berpindah alam, namun itu tidak menjadi kendala untuk menyamapaikan fatwa-fatwanya. Meski di alam kubur, kebiasaan-kebiasaan selama hidupnya juga tetap eksis dijalankan. Yakni, sowan ke tempat kyai-kyai dan ulama’ untuk diajak berdiskusi dan mengaji kehidupan. Cerita perjalanan Gus Dur di Alam Kubur, pertemuannya dengan tokoh-tokoh besar muslim, ini semakin mempertebal keimanan kita mengenai misteri alam kubur.
Buku bertajuk “Ngobrol dengan Gus Dur dari Alam Kubur”, merupakan buku yang tergolong unik. Penulisnya mengambil data-data tak hanya dari karya-karya fenomenal pakar-pakar sebelumnya, sebagaimana kebanyakan orang lakukan. Tetapi data-data dalam buku ini diambil dari eksplorasi alam ruhani dengan melakukan dialog khusus antar dua alam. Antar penulis dan narasumber telah berbeda alam. Namun, itu tidak menjadikan kendala tersendiri bagi penulis.
Sebab, dengan kemampuan spiritual penulis, sehingga penulis mampu berkomunikasi dan berdialog langsung kepada orang-orang besar yang telah terlebih dahulu pindah alam dari alam manusia menuju alam keabadian akhirat. Sejak Gus Dur masih hidup, memang banyak buku-bukunya yang diterbitkan. Meskipun demikian, pasca beliau meninggalpun buku-buku tentang Gus Dur juga tidak mati di penerbitan. Justru malah semakin membludak.
Inilah kharisma tersendiri yang dimiliki oleh sosok pejuang Gus Dur. Samudra pemikirannya seolah tak ada habisnya. Ia tetap mengalir deras membasahi permukaan kehidupan bangsa tanah air ini meskipun ia telah meninggal. Kharisma Gus Dur pasca wafatnya semakin menunjukkan daya tarik positif yang kuat. Orang-orang yang dulu belum atau bahkan tidak mengenal Gus Dur, kini mereka menjadi tertarik untuk mendalami pemikirannya.
Keunikan ataupun kelebihan dalam buku ini paling tidak mencakup dua hal. Pertama, metode pengunduhannya didownload dari alam kubur, kemidian dikolaborasi dari alam hakikat melalui komunikasi ruh. Metode penelitian seperti ini jarang dilakukan oleh penulis-penulis lain. Dari sini semakin jelaslah hakikat diri Gus Dur yang terlepas dari kepentingan-kepentingan duniawi.
Kedua, gagasan-gagasan yang diambil langsung ini merupakan pemikiran mutakhir Gus Dur dari alam kubur. Secara tidak langsung ini telah menyumbang banyak gagasan. Baik gagasan keduniawian maupun untuk kahidupan ukhrawi. Bahwa kehidupan di alam kubur itu ada dan orang yang telah mati itu sejatinya tidak mati. Ia tetap hidup sebagaimana hidupnya di dunia, namun telah pindah dari alam kasat mata menuju alam gaib.
Selama hayatnya, Gus Dur selalu memperjuangkan kebenaran sejati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini ditujukan agar kehidupan rakyat menjadi sejahtera, tidak hidup susah, dan dibohongi oleh Negara. Kebanaran sejati beliau ini dibangun berlandaskan pengetahuan yang mendalam tentang hakekat manusia, harkat kebangsaan, kesadaran akan pluralitas, dan apresiasi kreatif terhadap kebudayaan.
Dalam pemikirannya mengenai tingkatan menuju Tuhan, Gus Dur lebih mendahulukan perjuangan sosio kultural untuk membangun sistem penyejahteraan rakyat (hablun min an-naas). Ini merupakan tarekat tertinggi dan lebih cepat sampai kepada Tuhan ,dari pada harus melewati jalan ritual-individualistik (hablun min Allah). Oleh sebab itu, gagasan beliau menegaskan bahwa umat islam perlu menyempurnakan Rukun Iman, Rukun Islam yang telah mapan itu dan kemudian merumuskan serta mengajarkan Rukun Sosial yang masih rapuh dikalangan umat.
Konsep Rahmatan lil ‘alamiin, bagi beliau dimaknai sebagai rekonstruksi sistem sosial islam yang sejajar dengan Rukun Iman dan Islam. Ini dimaksudkan agar keberadaan umat islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Utamanya menjadi rahmat bagi seluruh rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagaimana islam mampu membawa rahmat bagi seluruh alam, kalau di negaranya bertindak anarkisme dan permusuhan yang mengatasnamakan agama. Paham yang tak sesuai dengan islam dimusuhi habis-habisan. Bahkan tak jarang pengikut-pengikut mereka dianiaya. Padahal pengikut itu tidak tahu apa-apa. Dia hanya iseng-iseng anut-grubyuk dengan teman-temannya. Bukankan orang yang dikatakan menyimpang itu berpikir dan bertindak untuk mencapai yang terbaik?
Mereka sama artinya dengan berpendapat. Bagaimanapun juga, di era reformasi ini kita hendaknya menjunjung tinggi dan menghargai kebebasan berpendapat. Gagasan inilah yang difatwakan Gus Dur ketika beliau menjabat sebagai presiden. Kebijakasanaannya selalu mengangkat derajat orang-orang kecil teraniaya. Rukun Sosial inilah yang belum kebanyakan orang ketahui. Bahkan mereka mengabaikannya. Bagaimana dia menjadi muslim sempurna, kalau didunia sering menindas orang lain.
*Penulis: Pustakawan, TBM Pustaka Hasyim Asy’arie Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar