udul                : Ngobrol Dengan Gus Dur Dari Alam Kubur  Penulis              : Argawi Kandito Penerbit            : Pustaka  Pesantren Edisi                 : I, 2010 Tebal                :  xxvi+180 halaman ISBN               : 979-8452-75-5 Peresensi          :  Ali Mahmudi CH *)
Pasca Gus Dur wafat, berbagai pemikirannya tak  pernah surut diperbincangkan. Bahkan momen kedukaan itu menjadikan  daya  magnetik terbesar guna mengenang gagasan pemikirannya. Dalam rangka  mengenang beliau, tak hanya Yasinan dan Tahlilan saja yang  dikumandangkan. Tetapi, banyak mereka yang mengkaji  pemikiran-pemikirannya. Ini tak lazim dilakukan pasca kemangkatan orang  biasa. Memperbincangkan Gus Dur seolah memang tak ada matinya.
Alam  kubur memang tak ada bedanya dengan alam dunia. Hanya saja terbatas  ruang dan waktu. Alam kubur merupakan alam bebas dan individualistik.  Kehidupan di alam kubur tergantung dari kehidupan di alam dunia. Ketika  selama hidup di dunia ini sederhana, dan tidak berbuat yang aneh-aneh,  maka di alam kuburnya ia akan mendapatkan kelayakan tempat. (Abdurrahman  Wahid)
Meski secara fisik telah berpindah alam, namun itu tidak  menjadi kendala untuk menyamapaikan fatwa-fatwanya. Meski di alam kubur,  kebiasaan-kebiasaan selama hidupnya juga tetap eksis dijalankan. Yakni,  sowan ke tempat kyai-kyai dan ulama’ untuk diajak berdiskusi dan  mengaji kehidupan. Cerita perjalanan Gus Dur di Alam Kubur, pertemuannya  dengan tokoh-tokoh besar muslim, ini semakin mempertebal keimanan kita  mengenai misteri alam kubur.
Buku bertajuk “Ngobrol dengan Gus Dur  dari Alam Kubur”, merupakan buku yang tergolong unik. Penulisnya  mengambil data-data tak hanya dari karya-karya fenomenal pakar-pakar  sebelumnya, sebagaimana kebanyakan orang lakukan. Tetapi data-data dalam  buku ini diambil dari eksplorasi alam ruhani dengan melakukan dialog  khusus antar dua alam. Antar penulis dan narasumber telah berbeda alam.  Namun, itu tidak menjadikan kendala tersendiri bagi penulis.
Sebab,  dengan kemampuan spiritual penulis, sehingga penulis mampu  berkomunikasi dan berdialog langsung kepada orang-orang besar yang telah  terlebih dahulu pindah alam dari alam manusia menuju alam keabadian  akhirat. Sejak Gus Dur masih hidup, memang banyak buku-bukunya yang  diterbitkan. Meskipun demikian, pasca beliau meninggalpun buku-buku  tentang Gus Dur juga tidak mati di penerbitan. Justru malah semakin  membludak.
Inilah kharisma tersendiri yang dimiliki oleh sosok  pejuang Gus Dur. Samudra pemikirannya seolah tak ada habisnya. Ia tetap  mengalir deras membasahi permukaan kehidupan bangsa tanah air ini  meskipun ia telah meninggal. Kharisma Gus Dur pasca wafatnya semakin  menunjukkan daya tarik positif yang kuat. Orang-orang yang dulu belum  atau bahkan tidak mengenal Gus Dur, kini mereka menjadi tertarik untuk  mendalami pemikirannya.
Keunikan ataupun kelebihan dalam buku ini  paling tidak mencakup dua hal. Pertama, metode pengunduhannya didownload  dari alam kubur, kemidian dikolaborasi dari alam hakikat melalui  komunikasi ruh. Metode penelitian seperti ini jarang dilakukan oleh  penulis-penulis lain. Dari sini semakin jelaslah hakikat diri Gus Dur  yang terlepas dari kepentingan-kepentingan duniawi.
Kedua,  gagasan-gagasan yang diambil langsung ini merupakan pemikiran mutakhir  Gus Dur dari alam kubur. Secara tidak langsung ini telah menyumbang  banyak gagasan. Baik gagasan keduniawian maupun untuk kahidupan ukhrawi.  Bahwa kehidupan di alam kubur itu ada dan orang yang telah mati itu  sejatinya tidak mati. Ia tetap hidup sebagaimana hidupnya di dunia,  namun telah pindah dari alam kasat mata menuju alam gaib.
Selama  hayatnya, Gus Dur selalu memperjuangkan kebenaran sejati dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara. Ini ditujukan agar kehidupan rakyat menjadi  sejahtera, tidak hidup susah, dan dibohongi oleh Negara. Kebanaran  sejati beliau ini dibangun berlandaskan pengetahuan yang mendalam  tentang hakekat manusia, harkat kebangsaan, kesadaran akan pluralitas,  dan apresiasi kreatif terhadap kebudayaan.
Dalam pemikirannya  mengenai tingkatan menuju Tuhan, Gus Dur lebih mendahulukan perjuangan  sosio kultural untuk membangun sistem penyejahteraan rakyat (hablun min  an-naas). Ini merupakan tarekat tertinggi dan lebih cepat sampai kepada  Tuhan ,dari pada harus melewati jalan ritual-individualistik (hablun min  Allah). Oleh sebab itu, gagasan beliau menegaskan bahwa umat islam  perlu menyempurnakan Rukun Iman, Rukun Islam yang telah mapan itu dan  kemudian merumuskan serta mengajarkan Rukun Sosial yang masih rapuh  dikalangan umat.
Konsep Rahmatan lil ‘alamiin, bagi beliau  dimaknai sebagai rekonstruksi sistem sosial islam yang sejajar dengan  Rukun Iman dan Islam. Ini dimaksudkan agar keberadaan umat islam  benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Utamanya menjadi rahmat  bagi seluruh rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagaimana  islam mampu membawa rahmat bagi seluruh alam, kalau di negaranya  bertindak anarkisme dan permusuhan yang mengatasnamakan agama. Paham  yang tak sesuai dengan islam dimusuhi habis-habisan. Bahkan tak jarang  pengikut-pengikut mereka dianiaya. Padahal pengikut itu tidak tahu  apa-apa. Dia hanya iseng-iseng anut-grubyuk dengan teman-temannya.  Bukankan orang yang dikatakan menyimpang itu berpikir dan bertindak  untuk mencapai yang terbaik?
Mereka sama artinya dengan  berpendapat. Bagaimanapun juga, di era reformasi ini kita hendaknya  menjunjung tinggi dan menghargai kebebasan berpendapat. Gagasan inilah  yang difatwakan Gus Dur ketika beliau menjabat sebagai presiden.  Kebijakasanaannya selalu mengangkat derajat orang-orang kecil teraniaya.  Rukun Sosial inilah yang belum kebanyakan orang ketahui. Bahkan mereka  mengabaikannya. Bagaimana dia menjadi muslim sempurna, kalau didunia  sering menindas orang lain.
*Penulis: Pustakawan, TBM Pustaka Hasyim Asy’arie Yogyakarta.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar